Kalkulator Kelarutan Protein: Prediksi Pelarutan dalam Larutan
Hitung bagaimana berbagai protein larut dalam pelarut yang berbeda berdasarkan suhu, pH, dan kekuatan ion. Penting untuk biokimia, formulasi farmasi, dan penelitian protein.
Kalkulator Kelarutan Protein
Hasil Kelarutan
Kelarutan yang Dihitung
0 mg/mL
Kategori Kelarutan:
Visualisasi Kelarutan
Bagaimana kelarutan dihitung?
Kelarutan protein dihitung berdasarkan hidrofobisitas protein, polaritas pelarut, suhu, pH, dan kekuatan ion. Rumus ini memperhitungkan bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi untuk menentukan konsentrasi maksimum protein yang dapat larut dalam pelarut yang diberikan.
Dokumentasi
Kalkulator Keterlarutan Protein: Prediksi Pelarutan dalam Berbagai Pelarut
Pendahuluan tentang Keterlarutan Protein
Keterlarutan protein adalah parameter penting dalam biokimia, pengembangan farmasi, dan bioteknologi yang menentukan konsentrasi maksimum di mana protein tetap terlarut dalam pelarut tertentu. Kalkulator Keterlarutan Protein ini menyediakan metode yang dapat diandalkan untuk memprediksi seberapa baik berbagai protein akan larut dalam berbagai larutan berdasarkan parameter fisikokimia utama. Apakah Anda sedang merumuskan biopharmaceuticals, merancang protokol pemurnian, atau melakukan eksperimen penelitian, memahami keterlarutan protein sangat penting untuk hasil yang sukses.
Keterlarutan dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk karakteristik protein (ukuran, muatan, hidrofobisitas), sifat pelarut (polaritas, pH, kekuatan ionik), dan kondisi lingkungan (suhu). Kalkulator kami mengintegrasikan variabel-variabel ini menggunakan prinsip biophisika yang telah ditetapkan untuk memberikan prediksi keterlarutan yang akurat untuk protein umum dalam pelarut laboratorium standar.
Ilmu di Balik Keterlarutan Protein
Faktor Utama yang Mempengaruhi Keterlarutan Protein
Keterlarutan protein bergantung pada interaksi molekuler yang kompleks antara protein, pelarut, dan solut lainnya. Faktor utama meliputi:
-
Sifat Protein:
- Hidrofobisitas: Protein yang lebih hidrofobik umumnya memiliki keterlarutan dalam air yang lebih rendah
- Distribusi muatan permukaan: Mempengaruhi interaksi elektrostatik dengan pelarut
- Berat molekul: Protein yang lebih besar sering memiliki profil keterlarutan yang berbeda
- Stabilitas struktural: Mempengaruhi kecenderungan untuk mengagregasi atau denaturasi
-
Karakteristik Pelarut:
- Polaritas: Menentukan seberapa baik pelarut berinteraksi dengan daerah yang bermuatan
- pH: Mempengaruhi muatan dan konformasi protein
- Kekuatan ionik: Mempengaruhi interaksi elektrostatik
-
Kondisi Lingkungan:
- Suhu: Umumnya meningkatkan keterlarutan tetapi dapat menyebabkan denaturasi
- Tekanan: Dapat mempengaruhi konformasi protein dan keterlarutan
- Waktu: Beberapa protein dapat mengendap perlahan seiring waktu
Model Matematis untuk Keterlarutan Protein
Kalkulator kami menggunakan model komprehensif yang memperhitungkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi keterlarutan protein. Persamaan inti dapat direpresentasikan sebagai:
Di mana:
- = Keterlarutan yang dihitung (mg/mL)
- = Faktor keterlarutan dasar
- = Faktor spesifik protein berdasarkan hidrofobisitas
- = Faktor spesifik pelarut berdasarkan polaritas
- = Faktor koreksi suhu
- = Faktor koreksi pH
- = Faktor koreksi kekuatan ionik
Setiap faktor diturunkan dari hubungan empiris:
-
Faktor Protein:
- Di mana adalah indeks hidrofobisitas protein (0-1)
-
Faktor Pelarut:
- Di mana adalah indeks polaritas pelarut
-
Faktor Suhu:
1 + \frac{T - 25}{50}, & \text{jika } T < 60°C \\ 1 + \frac{60 - 25}{50} - \frac{T - 60}{20}, & \text{jika } T \geq 60°C \end{cases}$$ - Di mana $T$ adalah suhu dalam °C -
Faktor pH:
- Di mana adalah titik isoelektrik protein
-
Faktor Kekuatan Ionik:
1 + I, & \text{jika } I < 0.5M \\ 1 + 0.5 - \frac{I - 0.5}{2}, & \text{jika } I \geq 0.5M \end{cases}$$ - Di mana $I$ adalah kekuatan ionik dalam molar (M)
Model ini memperhitungkan hubungan kompleks dan non-linear antara variabel, termasuk efek "salting-in" dan "salting-out" yang diamati pada berbagai kekuatan ionik.
Kategori Keterlarutan
Berdasarkan nilai keterlarutan yang dihitung, protein diklasifikasikan ke dalam kategori berikut:
Keterlarutan (mg/mL) | Kategori | Deskripsi |
---|---|---|
< 1 | Tidak Larut | Protein tidak larut dengan baik |
1-10 | Sedikit Larut | Larutan terbatas terjadi |
10-30 | Cukup Larut | Protein larut pada konsentrasi sedang |
30-60 | Larut | Larutan baik pada konsentrasi praktis |
> 60 | Sangat Larut | Larutan yang sangat baik pada konsentrasi tinggi |
Cara Menggunakan Kalkulator Keterlarutan Protein
Kalkulator kami menyediakan antarmuka yang sederhana untuk memprediksi keterlarutan protein berdasarkan kondisi spesifik Anda. Ikuti langkah-langkah ini untuk mendapatkan hasil yang akurat:
-
Pilih Jenis Protein: Pilih dari protein umum termasuk albumin, lisozim, insulin, dan lainnya.
-
Pilih Pelarut: Pilih pelarut di mana Anda ingin menentukan keterlarutan protein (air, buffer, pelarut organik).
-
Atur Parameter Lingkungan:
- Suhu: Masukkan suhu dalam °C (biasanya antara 4-60°C)
- pH: Tentukan nilai pH (0-14)
- Kekuatan Ionik: Masukkan kekuatan ionik dalam molar (M)
-
Lihat Hasil: Kalkulator akan menampilkan:
- Keterlarutan yang dihitung dalam mg/mL
- Kategori keterlarutan (tidak larut hingga sangat larut)
- Representasi visual dari keterlarutan relatif
-
Interpretasi Hasil: Gunakan keterlarutan yang dihitung untuk memberi informasi pada desain eksperimen atau strategi formulasi Anda.
Tips untuk Perhitungan yang Akurat
- Gunakan Input yang Tepat: Parameter input yang lebih akurat menghasilkan prediksi yang lebih baik
- Pertimbangkan Kemurnian Protein: Perhitungan mengasumsikan protein murni; kontaminan dapat mempengaruhi keterlarutan aktual
- Perhitungkan Aditif: Kehadiran stabilisator atau eksipien lainnya dapat mengubah keterlarutan
- Validasi Secara Eksperimental: Selalu konfirmasi prediksi dengan pengujian laboratorium untuk aplikasi kritis
Aplikasi Praktis
Pengembangan Farmasi
Keterlarutan protein sangat penting dalam formulasi biopharmaceutical, di mana protein terapeutik harus tetap stabil dan larut:
- Formulasi Obat: Menentukan kondisi optimal untuk obat berbasis protein
- Pengujian Stabilitas: Memprediksi stabilitas jangka panjang di bawah kondisi penyimpanan
- Desain Sistem Pengiriman: Mengembangkan formulasi protein untuk injeksi atau oral
- Kontrol Kualitas: Menetapkan spesifikasi untuk larutan protein
Aplikasi Penelitian dan Laboratorium
Para ilmuwan mengandalkan prediksi keterlarutan protein untuk berbagai aplikasi:
- Pemurnian Protein: Mengoptimalkan kondisi untuk ekstraksi dan pemurnian
- Kristalografi: Mencari kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan kristal protein
- Uji Enzim: Memastikan enzim tetap aktif dalam larutan
- Studi Interaksi Protein-Protein: Mempertahankan protein dalam larutan untuk studi pengikatan
Bioteknologi Industri
Keterlarutan protein mempengaruhi proses bioproduksi berskala besar:
- Optimasi Fermentasi: Memaksimalkan produksi protein dalam bioreaktor
- Proses Hilir: Merancang langkah pemisahan dan pemurnian yang efisien
- Formulasi Produk: Membuat produk protein yang stabil untuk penggunaan komersial
- Pertimbangan Skala-Up: Memprediksi perilaku selama produksi skala industri
Contoh Skenario
-
Formulasi Antibodi:
- Protein: Antibodi IgG (mirip dengan albumin)
- Pelarut: Buffer fosfat
- Kondisi: 25°C, pH 7.4, kekuatan ionik 0.15M
- Keterlarutan yang Diprediksi: ~50 mg/mL (Larut)
-
Larutan Penyimpanan Enzim:
- Protein: Lisozim
- Pelarut: Campuran gliserol/air
- Kondisi: 4°C, pH 5.0, kekuatan ionik 0.1M
- Keterlarutan yang Diprediksi: ~70 mg/mL (Sangat Larut)
-
Penyaringan Kristalisasi Protein:
- Protein: Insulin
- Pelarut: Berbagai buffer dengan prekursor
- Kondisi: 20°C, rentang pH 4-9, kekuatan ionik yang bervariasi
- Keterlarutan yang Diprediksi: Variabel (digunakan untuk mengidentifikasi kondisi mendekati batas keterlarutan)
Alternatif untuk Prediksi Komputasional
Sementara kalkulator kami memberikan estimasi cepat, metode lain untuk menentukan keterlarutan protein meliputi:
-
Penentuan Eksperimental:
- Pengukuran Konsentrasi: Pengukuran langsung protein yang terlarut
- Metode Presipitasi: Meningkatkan konsentrasi protein secara bertahap hingga presipitasi
- Uji Kekeruhan: Mengukur kekeruhan larutan sebagai indikator ketidaklarutan
- Keuntungan: Lebih akurat untuk sistem spesifik
- Kekurangan: Memakan waktu, memerlukan sumber daya laboratorium
-
Simulasi Dinamika Molekuler:
- Menggunakan fisika komputasional untuk memodelkan interaksi protein-pelarut
- Keuntungan: Dapat memberikan wawasan molekuler yang mendetail
- Kekurangan: Memerlukan perangkat lunak dan keahlian khusus, intensif secara komputasi
-
Pendekatan Pembelajaran Mesin:
- Dilatih pada dataset eksperimental untuk memprediksi keterlarutan
- Keuntungan: Dapat menangkap pola kompleks yang tidak jelas dalam model sederhana
- Kekurangan: Memerlukan dataset pelatihan besar, mungkin tidak dapat digeneralisasi dengan baik
Perkembangan Sejarah Pemahaman Keterlarutan Protein
Studi tentang keterlarutan protein telah berkembang secara signifikan selama abad terakhir:
Penemuan Awal (1900-an-1940-an)
Karya pionir ilmuwan seperti Edwin Cohn dan Jesse Greenstein mendirikan prinsip-prinsip dasar keterlarutan protein. Metode fraksinasi Cohn, yang dikembangkan pada 1940-an, menggunakan keterlarutan diferensial untuk memisahkan protein plasma dan sangat penting untuk memproduksi albumin untuk penggunaan medis selama Perang Dunia II.
Seri Hofmeister (1888)
Penemuan efek spesifik ion pada keterlarutan protein oleh Franz Hofmeister (seri Hofmeister) tetap relevan hingga hari ini. Ia mengamati bahwa ion tertentu (seperti sulfat) mendorong presipitasi protein sementara yang lain (seperti iodida) meningkatkan keterlarutan.
Pemahaman Biophisika Modern (1950-an-1990-an)
Perkembangan kristalografi sinar-X dan teknik struktural lainnya memberikan wawasan tentang bagaimana struktur protein mempengaruhi keterlarutan. Ilmuwan seperti Christian Anfinsen menunjukkan hubungan antara pelipatan protein dan keterlarutan, menunjukkan bahwa keadaan native biasanya mewakili konfigurasi yang paling stabil (dan sering paling larut).
Pendekatan Komputasional (1990-an-Sekarang)
Kemajuan dalam kekuatan komputasi telah memungkinkan model yang semakin canggih untuk memprediksi keterlarutan protein. Pendekatan modern menggabungkan dinamika molekuler, pembelajaran mesin, dan parameter fisikokimia yang mendetail untuk memberikan prediksi yang lebih akurat untuk berbagai protein dan kondisi.
Contoh Implementasi
Berikut adalah contoh kode yang menunjukkan cara menghitung keterlarutan protein menggunakan berbagai bahasa pemrograman:
1def calculate_protein_solubility(protein_type, solvent_type, temperature, pH, ionic_strength):
2 # Nilai hidrofobisitas protein (contoh)
3 protein_hydrophobicity = {
4 'albumin': 0.3,
5 'lysozyme': 0.2,
6 'insulin': 0.5,
7 'hemoglobin': 0.4,
8 'myoglobin': 0.35
9 }
10
11 # Nilai polaritas pelarut (contoh)
12 solvent_polarity = {
13 'water': 9.0,
14 'phosphate_buffer': 8.5,
15 'ethanol': 5.2,
16 'methanol': 6.6,
17 'dmso': 7.2
18 }
19
20 # Perhitungan keterlarutan dasar
21 base_solubility = (1 - protein_hydrophobicity[protein_type]) * solvent_polarity[solvent_type] * 10
22
23 # Faktor suhu
24 if temperature < 60:
25 temp_factor = 1 + (temperature - 25) / 50
26 else:
27 temp_factor = 1 + (60 - 25) / 50 - (temperature - 60) / 20
28
29 # Faktor pH (mengasumsikan pI rata-rata 5.5)
30 pI = 5.5
31 pH_factor = 0.5 + abs(pH - pI) / 3
32
33 # Faktor kekuatan ionik
34 if ionic_strength < 0.5:
35 ionic_factor = 1 + ionic_strength
36 else:
37 ionic_factor = 1 + 0.5 - (ionic_strength - 0.5) / 2
38
39 # Hitung keterlarutan akhir
40 solubility = base_solubility * temp_factor * pH_factor * ionic_factor
41
42 return round(solubility, 2)
43
44# Contoh penggunaan
45solubility = calculate_protein_solubility('albumin', 'water', 25, 7.0, 0.15)
46print(f"Keterlarutan yang diprediksi: {solubility} mg/mL")
47
1function calculateProteinSolubility(proteinType, solventType, temperature, pH, ionicStrength) {
2 // Nilai hidrofobisitas protein
3 const proteinHydrophobicity = {
4 albumin: 0.3,
5 lysozyme: 0.2,
6 insulin: 0.5,
7 hemoglobin: 0.4,
8 myoglobin: 0.35
9 };
10
11 // Nilai polaritas pelarut
12 const solventPolarity = {
13 water: 9.0,
14 phosphateBuffer: 8.5,
15 ethanol: 5.2,
16 methanol: 6.6,
17 dmso: 7.2
18 };
19
20 // Perhitungan keterlarutan dasar
21 const baseSolubility = (1 - proteinHydrophobicity[proteinType]) * solventPolarity[solventType] * 10;
22
23 // Faktor suhu
24 let tempFactor;
25 if (temperature < 60) {
26 tempFactor = 1 + (temperature - 25) / 50;
27 } else {
28 tempFactor = 1 + (60 - 25) / 50 - (temperature - 60) / 20;
29 }
30
31 // Faktor pH (mengasumsikan pI rata-rata 5.5)
32 const pI = 5.5;
33 const pHFactor = 0.5 + Math.abs(pH - pI) / 3;
34
35 // Faktor kekuatan ionik
36 let ionicFactor;
37 if (ionicStrength < 0.5) {
38 ionicFactor = 1 + ionicStrength;
39 } else {
40 ionicFactor = 1 + 0.5 - (ionicStrength - 0.5) / 2;
41 }
42
43 // Hitung keterlarutan akhir
44 const solubility = baseSolubility * tempFactor * pHFactor * ionicFactor;
45
46 return Math.round(solubility * 100) / 100;
47}
48
49// Contoh penggunaan
50const solubility = calculateProteinSolubility('albumin', 'water', 25, 7.0, 0.15);
51console.log(`Keterlarutan yang diprediksi: ${solubility} mg/mL`);
52
1public class ProteinSolubilityCalculator {
2 public static double calculateSolubility(String proteinType, String solventType,
3 double temperature, double pH, double ionicStrength) {
4 // Nilai hidrofobisitas protein
5 Map<String, Double> proteinHydrophobicity = new HashMap<>();
6 proteinHydrophobicity.put("albumin", 0.3);
7 proteinHydrophobicity.put("lysozyme", 0.2);
8 proteinHydrophobicity.put("insulin", 0.5);
9 proteinHydrophobicity.put("hemoglobin", 0.4);
10 proteinHydrophobicity.put("myoglobin", 0.35);
11
12 // Nilai polaritas pelarut
13 Map<String, Double> solventPolarity = new HashMap<>();
14 solventPolarity.put("water", 9.0);
15 solventPolarity.put("phosphateBuffer", 8.5);
16 solventPolarity.put("ethanol", 5.2);
17 solventPolarity.put("methanol", 6.6);
18 solventPolarity.put("dmso", 7.2);
19
20 // Perhitungan keterlarutan dasar
21 double baseSolubility = (1 - proteinHydrophobicity.get(proteinType))
22 * solventPolarity.get(solventType) * 10;
23
24 // Faktor suhu
25 double tempFactor;
26 if (temperature < 60) {
27 tempFactor = 1 + (temperature - 25) / 50;
28 } else {
29 tempFactor = 1 + (60 - 25) / 50 - (temperature - 60) / 20;
30 }
31
32 // Faktor pH (mengasumsikan pI rata-rata 5.5)
33 double pI = 5.5;
34 double pHFactor = 0.5 + Math.abs(pH - pI) / 3;
35
36 // Faktor kekuatan ionik
37 double ionicFactor;
38 if (ionicStrength < 0.5) {
39 ionicFactor = 1 + ionicStrength;
40 } else {
41 ionicFactor = 1 + 0.5 - (ionicStrength - 0.5) / 2;
42 }
43
44 // Hitung keterlarutan akhir
45 double solubility = baseSolubility * tempFactor * pHFactor * ionicFactor;
46
47 // Bulatkan hingga 2 desimal
48 return Math.round(solubility * 100) / 100.0;
49 }
50
51 public static void main(String[] args) {
52 double solubility = calculateSolubility("albumin", "water", 25, 7.0, 0.15);
53 System.out.printf("Keterlarutan yang diprediksi: %.2f mg/mL%n", solubility);
54 }
55}
56
1calculate_protein_solubility <- function(protein_type, solvent_type, temperature, pH, ionic_strength) {
2 # Nilai hidrofobisitas protein
3 protein_hydrophobicity <- list(
4 albumin = 0.3,
5 lysozyme = 0.2,
6 insulin = 0.5,
7 hemoglobin = 0.4,
8 myoglobin = 0.35
9 )
10
11 # Nilai polaritas pelarut
12 solvent_polarity <- list(
13 water = 9.0,
14 phosphate_buffer = 8.5,
15 ethanol = 5.2,
16 methanol = 6.6,
17 dmso = 7.2
18 )
19
20 # Perhitungan keterlarutan dasar
21 base_solubility <- (1 - protein_hydrophobicity[[protein_type]]) *
22 solvent_polarity[[solvent_type]] * 10
23
24 # Faktor suhu
25 temp_factor <- if (temperature < 60) {
26 1 + (temperature - 25) / 50
27 } else {
28 1 + (60 - 25) / 50 - (temperature - 60) / 20
29 }
30
31 # Faktor pH (mengasumsikan pI rata-rata 5.5)
32 pI <- 5.5
33 pH_factor <- 0.5 + abs(pH - pI) / 3
34
35 # Faktor kekuatan ionik
36 ionic_factor <- if (ionic_strength < 0.5) {
37 1 + ionic_strength
38 } else {
39 1 + 0.5 - (ionic_strength - 0.5) / 2
40 }
41
42 # Hitung keterlarutan akhir
43 solubility <- base_solubility * temp_factor * pH_factor * ionic_factor
44
45 # Bulatkan hingga 2 desimal
46 return(round(solubility, 2))
47}
48
49# Contoh penggunaan
50solubility <- calculate_protein_solubility("albumin", "water", 25, 7.0, 0.15)
51cat(sprintf("Keterlarutan yang diprediksi: %s mg/mL\n", solubility))
52
Pertanyaan yang Sering Diajukan
Apa itu keterlarutan protein?
Keterlarutan protein mengacu pada konsentrasi maksimum di mana protein tetap sepenuhnya terlarut dalam pelarut tertentu di bawah kondisi tertentu. Ini adalah parameter penting dalam biokimia dan pengembangan farmasi yang menentukan seberapa baik protein larut daripada membentuk agregat atau presipitat.
Faktor mana yang paling kuat mempengaruhi keterlarutan protein?
Faktor yang paling berpengaruh adalah pH (terutama relatif terhadap titik isoelektrik protein), kekuatan ionik larutan, suhu, dan sifat intrinsik protein itu sendiri (terutama hidrofobisitas dan distribusi muatan permukaan). Komposisi pelarut juga memainkan peran besar.
Bagaimana pH mempengaruhi keterlarutan protein?
Protein biasanya paling tidak larut pada titik isoelektriknya (pI) di mana muatan bersih adalah nol, mengurangi tolakan elektrostatik antara molekul. Keterlarutan umumnya meningkat saat pH bergerak menjauh dari pI ke kedua arah, karena protein memperoleh muatan positif atau negatif.
Mengapa suhu mempengaruhi keterlarutan protein?
Suhu mempengaruhi keterlarutan protein dalam dua cara: suhu yang lebih tinggi umumnya meningkatkan keterlarutan dengan memberikan lebih banyak energi termal untuk mengatasi atraksi antar molekul, tetapi suhu yang berlebihan dapat menyebabkan denaturasi, yang berpotensi menurunkan keterlarutan jika keadaan denaturasi kurang larut.
Apa itu efek "salting-in" dan "salting-out"?
"Salting-in" terjadi pada kekuatan ionik rendah di mana ion yang ditambahkan meningkatkan keterlarutan protein dengan melindungi daerah yang bermuatan. "Salting-out" terjadi pada kekuatan ionik tinggi di mana ion bersaing dengan protein untuk molekul air, mengurangi solvasi protein dan menurunkan keterlarutan.
Seberapa akurat prediksi komputasional keterlarutan protein?
Prediksi komputasional memberikan estimasi yang baik tetapi biasanya memiliki margin kesalahan 10-30% dibandingkan dengan nilai eksperimental. Akurasi tergantung pada seberapa baik sifat protein dikarakterisasi dan seberapa mirip dengan protein yang digunakan untuk mengembangkan model prediksi.
Dapatkah kalkulator memprediksi keterlarutan untuk sembarang protein?
Kalkulator bekerja paling baik untuk protein yang terkarakterisasi dengan baik yang mirip dengan yang ada di databasenya. Protein baru atau yang sangat dimodifikasi mungkin memiliki sifat unik yang tidak tertangkap oleh model, yang berpotensi mengurangi akurasi prediksi.
Bagaimana konsentrasi protein mempengaruhi pengukuran keterlarutan?
Keterlarutan protein bergantung pada konsentrasi; saat konsentrasi meningkat, protein lebih mungkin berinteraksi satu sama lain daripada dengan pelarut, yang berpotensi menyebabkan agregasi atau presipitasi setelah batas keterlarutan tercapai.
Apa perbedaan antara keterlarutan dan stabilitas?
Keterlarutan mengacu secara khusus pada seberapa banyak protein dapat larut dalam larutan, sementara stabilitas mengacu pada seberapa baik protein mempertahankan struktur dan fungsinya yang asli seiring waktu. Sebuah protein bisa sangat larut tetapi tidak stabil (rentan terhadap degradasi), atau stabil tetapi kurang larut.
Bagaimana saya dapat memverifikasi nilai keterlarutan yang diprediksi secara eksperimental?
Verifikasi eksperimental biasanya melibatkan persiapan larutan protein pada konsentrasi yang meningkat hingga presipitasi terjadi, atau menggunakan teknik seperti pencar cahaya dinamis untuk mendeteksi pembentukan agregat. Sentrifugasi diikuti oleh pengukuran konsentrasi protein dalam supernatan juga dapat mengkuantifikasi keterlarutan aktual.
Referensi
-
Arakawa, T., & Timasheff, S. N. (1984). Mekanisme salting in dan salting out protein oleh garam kation divalen: keseimbangan antara hidrasi dan pengikatan garam. Biochemistry, 23(25), 5912-5923.
-
Cohn, E. J., & Edsall, J. T. (1943). Protein, asam amino dan peptida sebagai ion dan dipolar ion. Reinhold Publishing Corporation.
-
Fink, A. L. (1998). Agregasi protein: agregat pelipatan, badan inklusi, dan amiloid. Folding and Design, 3(1), R9-R23.
-
Kramer, R. M., Shende, V. R., Motl, N., Pace, C. N., & Scholtz, J. M. (2012). Menuju pemahaman molekuler tentang keterlarutan protein: peningkatan muatan permukaan negatif berkorelasi dengan peningkatan keterlarutan. Biophysical Journal, 102(8), 1907-1915.
-
Trevino, S. R., Scholtz, J. M., & Pace, C. N. (2008). Mengukur dan meningkatkan keterlarutan protein. Journal of Pharmaceutical Sciences, 97(10), 4155-4166.
-
Wang, W., Nema, S., & Teagarden, D. (2010). Agregasi protein—Jalur dan faktor yang mempengaruhi. International Journal of Pharmaceutics, 390(2), 89-99.
-
Zhang, J. (2012). Interaksi protein-protein dalam larutan garam. Dalam Interaksi protein-protein—alat komputasi dan eksperimental. IntechOpen.
-
Zhou, H. X., & Pang, X. (2018). Interaksi elektrostatik dalam struktur protein, pelipatan, pengikatan, dan pengendapan. Chemical Reviews, 118(4), 1691-1741.
Cobalah Kalkulator Keterlarutan Protein kami hari ini untuk mengoptimalkan formulasi protein dan kondisi eksperimen Anda. Apakah Anda sedang mengembangkan biopharmaceutical baru atau merencanakan eksperimen laboratorium, prediksi keterlarutan yang akurat dapat menghemat waktu dan sumber daya sambil meningkatkan hasil. Apakah Anda memiliki pertanyaan atau saran? Hubungi kami untuk bantuan lebih lanjut dengan tantangan keterlarutan protein spesifik Anda.
Alat Terkait
Temukan lebih banyak alat yang mungkin berguna untuk alur kerja Anda